Ku ingin berlari ke hutan
Karena aku lelah dikejar pengkhianatan
Aku ingin tenggelam di laut
kelak perih ini kan surut,
tergerus arus..
Aku ingin terdampar di pantai
muak terombang-ambing badai,,
Kebengisan masa lalu
BERIKAN HATIMU RUANG DAN BIARKAN IMAJINASIMU DATANG
Ku ingin berlari ke hutan
Karena aku lelah dikejar pengkhianatan
Aku ingin tenggelam di laut
kelak perih ini kan surut,
tergerus arus..
Aku ingin terdampar di pantai
muak terombang-ambing badai,,
Kebengisan masa lalu
Aku ingin berlari, melompat dan terpental ke segala arah,
Dengan bringas dan berontak membucahkan darah,
AKU TAK INGIN BERLAMA-LAMA DISINI
Tak sedetikpun jiwaku terbaring diraga,
Atau sehembus nafas terbekas di jelaga
Yang menerawang di perapian
Sekedar pencerahan untuk bertahan
Tak sudi aku dipaksa,
Dan tiada minat aku memaksa
belulang ini untuk menopang,
Segala keberatan yang dibebankan
Enggan , sungguh aku sungkan,
Rusuk ini terus menyimpang
Menusuk hati, merobek jantung,
Jendral aku ingin tiarap,
Terlelap,
Bukan hanya sekejap
Tapi sedekap
Kebebasan tuk menyudahi perang,
Selongsong senapan telah membidik kearahku,
Dengan pelatup pada kiri tanganku
Sebuah granat siap meledakkan aku
Dari lemparan tangan kananku
Aku tidak ingin terbunuh
Jendral,,
,, aku tak ingin berlama-lama disini
Aku melihat sebuah besi berbaris diatas pasir jingga menghadap ke tenggara, membelakangi dinding yang menelungkup ke barat daya, aku menyapa pagar yang berdiri tegap di timur laut entah tuli atau sedang kalut, ia terdiam tak menyaut, lalu aku bertanya sepilar atap rotan yang dihiasi ukiran bambu yang menunggu runtuh oleh sehembus puyuh, apakah engkau sedang menaungi sesuatu? Karena aku perlu atap untuk meratap, dan aku pun berucap:
"Beri aku celah disudut dinding beton di hujan malam nanti,
Kukan memilah warna tuk ditampilkan saat ku pulang nanti,
Agar aku dapat meloloskan diri pada badai nanti,
Menikmati warna pelangi ciptaanku nanti,
Bersama dirinya suatu saat nanti,
Hingga akhir suatu zaman entah, namun pasti!!!"
Andai ku tak punya hati, hanya sebilah belati,
Kan kucabik toleransi ini oleh keegoisan sejati,
Keegoisan tuk memiliki tanpa harus menanti
Dia melebur dirinya terjebur jurang patah hati,
Sama sepertiku, sama seperti melati,
Yang terpuruk tertatih,
Tersungkur tanpa letih,
Dia,
Kutahu dia wanita,
Kutahu aku wanita,
Aku tak punya dusta tuk dikata,
Aku tak sebegitu kejam untuk mengancam,
Dia,
Dia yang wanita, (aku tahu)..
Aku yang wanita,, (sudah tahu)
Tak ingin kejam berdusta,
Berkata dengan mengancam:
"Tinggalkanlah dirinya,
Karena dirikulah untuknya,,"
Jujur, tak penah sedikitpun aku meragukannya,
meragukan cinta dia punya,
Bahkan ketika aku membicarakan mereka,
Hingga tersadar kusalah,
Tak pandai menterjemah,
kudapati ia adalah sebagian dari mereka . .
Apa itu?
Ini adalah wujud lain dari yang mereka sebut cinta?
Atau merupakan penyimpangan atas pembenaran dusta?
Apa itu?
Ketika menghalangi untuk pergi,
Menghalauku untuk berlalu,
Apa yang direncanakan?
Apa yang dipersiapkan?
Bukankah saat itu mudah untuk berpisah,
Tanpa harus ada yang berdarah,
Terperah luka dan amarah ,,
Aku memang tidak punya intan sebagai jaminan,
Bahwa cintaku akan selalu tersimpan,
Hanya untuknya, rusdian,
Aku memang terhalang jurang ,
Memisahkan cara pandang,
Dan mengaburkan penginderaan,
Akan cinta terhadap relita,
Selama ini aku tuli dan berusaha berlari,
Yang hanya bisa kusesali dan menghukum diri,
Untuk saat ini, walau tiada arti lagi kini,,,
Untuk apa berjanji dan bersaksi,
Jika cinta bertransformasi,
Setiap musim yang berdurasi . . .
Aku tak berdaya, aku teraniaya,,
Sepi ini terus menepi,
Menghipitku dan mengapitku
Dalam ruang rindu yang sendu,
Banyak madu mereka tawarkan,
Namun tak ada satupun yang menawarkan,
Luka hati akan pengkhianatan
Yang berulang dan berkelanjutan,,
Aku jengah lagu cinta
Yang selalu bercerita
walau susah dan derita
kan setia hingga menutup mata,,
Akankah ku kan berlalu?
Menghunjam kepedihan bagai benalu
Mengembangbiakan pilu
Tanpa rasa malu
Atau ku kan merebah,
Semua resah dan gelisah
Agak ke tengah
Agar lenyap, lekas musnah ..
Semua yang kuinginkan
adalah semua yang kubuang
Hanya dirindukan ...
sepenuhnya yang tersayang
Biarkan diam ini membebam sunyi,
Dibaliik sekam sepi tenggelam,
Didalam lesung rindu terpasung,
Biarkan bulan segera menahun, agar kelak jam dinding berdetak hening,
Lengkap sudah pengakuan ini, pengakuan patah hati, yang merantai jari-jari waktu untuk berputar dilintasan yang bertanya-tanya,
"jejak siapakah gerangan yang sudah membekas ini?"
Dia buta dengan arah, arah dimana gurun pasir terhempas keping ilalang yang mengeras batang hatinya, tercuci fatamorgana kolam dalam, begitu dalam menenggelamkan mata angin sehingga ia buta, begitu seperti yang dikutip angin ketika terbawa arah yang marah membisik di telingaku, telinga aku yang adalah dia,,
dia atau adalah aku yang tak tahu arah tak tahu serta apa yang harus diperah dari semua peristiwa yang bertandang di tenda ruang tunggu pada suatu waktu zaman batu, zaman dimana semua perkakas diselimuti debu yang mengotori fungsi dan aku mulai sangsi atas kekerasan hati yang meranggas ketika zaman es mencair dan mendinginkan kesepian itu. Kesepian yang minta dirangkul oleh pelukku.
Entah aku ini kemana, dimana benda yang aku mau dan apa bentuknya? Atau mungkin bagaimana tujuannya? Aku tidak mampu mencerna teka-teki yang membuatku tersedak dan tersangkut dikerongkongan yang menanti ditelan atau dimuntahkan,, aku tidak paham menterjemahkan makna yang tersembunyi dibalik iris mata ini yang membuat pupil membesar dan menghalangi pandangan ini, pandangan akan masa depan oleh bayangan masa lalu.
Apa yang dirasakan oleh bintang ketika malam tertahan oleh siang yang panjang?
Apakah pelangi sudi menunggu datangnya badai yang memporak-porandakan ketenangan, membanjiri kedamaian agar ia muncul menyusul sore sebelum senja menjelang?
Biarkan matahari terbit di timur dan terbenam di barat, yang menerbitkan keceriaan dan membenamkan kemurungan,, yang diusung oleh burung camar yang tersamar oleh goresan oranye muda di ufuk kejora itu.
Aku suka dengan gelap, saat kenyataan terlelap dibekam mimpi-mimpi malam,, tak ingin terjaga dikawah jelaga yang menerangi asa mengangkasa di langit udara,, udara yang mengoksidasi mimpi untuk korosi dan basi, usang, meski musang menerkam ayam tuk tak berkokok membangunkan siang,, saat jalang bersaksi lajang,,
Aku antusias dengan malam, saat kehidupan terpejam dikelabui bunga-bunga harapan, harapan yang meninggi seiring cinta terbagi-bagi,
oleh pagi yang mencerahkan,
siang yang menghangatkan,
dan malam yang mendamaikan,
agar harapan tak terbenam ditelan kehidupan,
Aku ingin cerita dongeng malam sebelum tidur, menemani senja yang terkubur di ufuk timur, aku ingin waktu bergerak mundur untuk setiap kata yang terlanjur,,
Ceita indah sebuah ilusi,
akumulasi amarah dan kemudian sedih bedifusi,
hanya sekelumit kecil potongan cerita yang terbungkus kertas nasi.
Bintang bintang meredup karena tersapu hujan tangisan,
Bunga-bunga layu dengan tatapan sayu berdiri cukup tegak dihantam bandang semalam,
Tanah ini masih basah masih resah,
Akan kisah yang menyerah, pasrah terhadap gelisah atau gelisah karena pasrah,
Merah, merah, merah, aku mau merah, yang berdarah,,
Pheeeew,
gerahhhh,,
panas,
aku merah,
kepanasan,
aku gerah berdarah-darah,,
ada merah yang panas karena berdarah kegerahan,,
Aaaaarghh,,
Ada a setelah b tapi c ada untuk benci, karena jika tidak ada c itu hanya untuk beni, lalu aku untuk siapa?
Kata-kata itu berkoar-koar dalam lirikku,, apa yang harus aku lakukan?
Karena semakin aku berontak, semakin ia berteriak,
Semakin aku hendak mengelak, ia terus berkata tidak,
"Kau harus kembali, kau harus berbalik,,"
Kenangan-kenangan itu berlalu-lalang dalam ingatan, apa yang harus kulakukan?
Karena semakin ku menghindarinya, semkin ku dikejarnya,
Semakin ku mengacuhkanya, semakin ia bertanya-tanya,,
"Mengapa kau tak kembali, tak berballik,,"
Lalu aku menjawab,,
"Kenapa aku berontak, dan terus mengelak? Karena ia terus menghindar dan mengacuhkanku,,,,"
22:58 PM
Kesepian ini bagai sebuah bubuyutan dalam sebuah lorong hatiku yang agak terpiggirkan, oleh kain sutera benang emas yang mereka pintal, tepat dibelakang bahu, dibelikatku,,
17:23 PM
Asa itu,,
Harapan yang merupakan sebuah hanya,,
tak ingin aku berlebih untuk itu, berlebih untuk berasa,
Kutahu aku adalah seorang hanya,
Seorang untuk berasa tidak untuk memakasa,
Hanya,
Cukupkah dengan sebuah hanya dalam berasa???
03:59 AM
Penantian itu, ,
Perubahan jalur pencarian tidak akan mengubah tujuan,
Namun apa yang kita nanti? Aku cari? dan kau tuju?
Tapi bendera terlanjur berkibar, penanda kereta telah berangkat,
" wahai bapak beseragam necis berambut klimis serta berkumis tipis,
dimana letak stasiun terdekat pemberhentian pertama? Karena aku akan menjemput jiwaku yang telah saja berangkat" tanya seorang gadis seraya menunjuk kearah sebuah kereta yang ekornya masih terlihat di lajur3 stasiun tersebut. "kenapa kamu tidak berangkat bersamanya saja?". "tidak, mungkin ia tak tahu akan membawaku kemana, tapi kemanapun ia akan melangkah tanpaku, aku akan selalu menjemputnya, menyambutnya pulang",
Kadang aku merasa kecil,
Merasa tidak adil,
Perasaan kerdil ini mengecil,
Dan terus menyentil,
Sakit bukan pahit, memagut dan menggigit,
heyy, aku tidak sedang merakit kehulu, jadi tidak ingin bersakit-sakit,, aku hanya ingin ke tepian, karena tidak tahan selalu terkucilkan,
Siapa yang hendak turut, nenek moyang melaut,, kepulau yang terangkuh hanya dengan sekali atau dua kali mendayung..
Aku bosan dalam tempurung, bagai katak kehilangan induknya,,
Baiklah,, walaupun hanya setitik, aku tidak akan berkutik, akan hujatan dan cacian sebelangga,,
semua kosong semua bohong, tak ada isi hanya basa-basi, sakarang musiman, basok kedinginan, kedinginan rindu yang sendirian,, nanti jemu kemudian semu, semu yang usang bercampur sendu hanya mengadu dibalik perdu,, malu,, aku mau palu,, yahhhh, palu,, smoga menimpa kepala itu,, kepala para benalu yang hanya singgah lalu berlalu membawa seluruh sembilu yang kubeli minggu lalu. aku beli dekat peternakan keledai,, keledai bodoh,, yang melompat-lompat seakan ia tupai,, padahal sepandai tupai melompat ia pasti jatuh juga,, palagi keledai yang bodoh??? hahaha,, kasihan, sudahlah, kita tinggalkan saja tupai dan keledai,, mereka tau akan hidup mereka, jadi tak usah diajak melompat untuk membaca sajak ini,, mungkin bukan sajak sebenarnya, tapi hanya tulisan biasa yang aku namakan sajak,, tanpa pajak atau retribusi, tak ada kongkalikong atau kolusi, sajak,, sajak yang tak ada narasi, karena ini hanya basa-basi, hanya omong kosong, jadi ini bohong?? yah,, ini bohong,, ini hanya musiman,,, karena aku kedinginan, merindu dan sendirian ,,
Keluar dari kedung hitam penjaga liang,, liang hitam dalam keropong kohong, tak bertuan lagi bertuah,, kumpulan pecundang yang hidupnya dijarah,,
Mengerak, terlucuti sunyi, diam memborok siang, hingga senja tak bisa bertandang,, karena malam sudah jalang, tak lagi lajang,,
Para kuman berkerubung dan terkesut ,,terungsikan atas keberadaanku,
Lalu aku mengalah, aku kalah, aku pindah,,
Tapi kemelut ini terus mengepung ku dalam keterasingan,
Terus mendesakku tuk terpinggirkan,,
Bagai ampas yang terus mengendap kebawah,
Tercampakkan gravitasi,
Dimana aku entah,
Hanya berteduh dibawah bayanganku, berjalan menapaki jejak yg kulukiskankan dalam mimpi,, yah,, malam ini aku kelusuh, seluruh peluh berkubang dibadanku, mencoba menemui angin agar terhembus ke utara, merodong mengikuti anjing melolong,,
Aku,, terbuang…… menghilang di prostitusi malam,
Tanpa proteksi, tanpa proyeksi,,
Aku telah melangkah sejauh lereng menyelami bukit, setinggi lembah mendaki langit, seluas bumi menggapai samudra, tapi apakah aku harus kembali untuk menjemput lamunan yang terhapus tangisan, terhempas lirih yang meringkih dipurnama pertama??? Hanya unuk mengusung ilusi yang berfusi, teragresi emosi, terabrasi ombak kemurkaan, tererosi okupasi ego yang kokoh meski teragitasi cemooh,,
Jujur lamunan yang tersisa masih ingin kurangkai pada tangkai yang baru, ranting yang biru, kelak ku akan sematkan pemanis pada kuncupnya,, agapr kupu-kupu bersewaka menghidangkan sari-sari madu,, ditempat ia mengadu,,
Hmmm ……..
Aku suka, tak tersiksa,, tapi apakah siksa itu, siksa yang kurasa pada saat menyisir sungai, terperangai hanya karena hasrat yang begitu perkasa,, tak berdaya ku terpedaya,, itu dosa!! Tapi seyogyanya itu biasa,, terkalahkan jaksa pada persidangan selasa, pada lima lebih sembilan dengan ketukan palu hakim hyang kuasa,,
Ahhhhhh,, aku jengah,, lelah, resah, tapi tetap sedikt pongah!!! Hahahaa, itulah aku, makhluk kecil yang tengil, kata orang agk centil ketika pujaan hati memanggil,, tapi sangat sentimentil pada orang yang jahil,,
lalu,,? Itu saja.. Biarkan berlalu, walau tak selalu berakhir sendu nan pilu, pilu yang amat haru bak teriris sembilu, aku tak acuh malu membelah benua, dimana cinta itu kan menua,,
Gemuruh itu datang datang bergumul tanya, memekakkan pupil mengendus luka, luka duka berbaring lumpur sukma, yang bara pun enggan menguapkannya,,
kering jauhlah dari panggang yang lenggam hitam bertopeng arang ,,
Enyahlah!!!!
Muak kau telan, tembolokku tak sudi mencadangkan sebagai sumber mata air dahagaku, sumber air mata tangisanku, sumber air mata air dimana mata itu bersumber, mungkin yang runtuh oleh gemuruh itu atau yang bergemuruh karena reruntuhan itu,,
Sesak!!!
Pengap kau hirup, mencekik urat saraf ku menghelanya, menghempas dengan diam di bibir malam. Tak ada kata terujar tak sehuruf terlontar, frase pun tak sanggup menjabarkan makna itu, makna dibalik tudung bambu, yang kau tancapkan di tanah pembebasanmu, pembebasan atas harkatmu, harkat atas hargamu terhadap diri menilaimu atau bahkan membayarmu seluas petak tanah yang kau anggunkan, gadaikan selama kau tak mampu menebusnya bahkan hidupmu atau cintamu, selama itu pula riak kecil diliurmu terus merejam, sehingga takkan ada ucap tuk mampu merangkai kata, berbaris dalam kalimat, berparade tiap paragraf yang akhirnya bersimpul pada satu alinea, satu cerita tuk melelapmu dipenjagamu,,
in the night of summer
we yelled out each other
you slammed that fuckin' door
threw all things to the floor
u got mad
i knew it's bad
i was sooooo sad
'cuz you cut me dead
i was so taken aback
u fell down and ran amuck
ouch suck ,,, what the fuck
i think it's down on my luck
i feel low
full of sorrow
and for now
i wanna get my pillow
after all
you're my all in all
for good and all
never occured to my mind
you did that but it's fine
everything has settled down
let's put head down
let bygones be bygones
ku keluar dengan jarum panjang dua belas melebihi sepuluh ketukan perputaran waktu dari liang yang terkubur puing-puing jamblang,
berjalan di tepian padang yang sebelumnya rimba tertutup ilalang,
mengukur lintasan sembari tengok ke belakang menghempas sisa-sisa proses hidup bila mendarat dilandasan kaca kutampak terlihatnya, belang ...
bertemu undakan batu menjulang,
diatapi pun bernyawa,
kucoba mengisi perut didalamnya,
tertidur dialasnya, ...
malam itu sungguh panjangnya tak sekalipun ku memejamkannya,
dan berlanjut keesokannya, ...
kufikir hanya aku tahu itu,
itu yang kusembunyikan,
tahu kularikan, ...
entah sebaiknya ku pulang saja dengan sembilan enam belas waktu digital, ...